Impact of Covid-19 on Micro Small Medium Enterprises (MSMEs): Issues and Solution

April 19, 2021, oleh: superadmin

Sumber Berita: Kompasiana

Diskusi mengenai UMKM menjadi topik yang sangat menarik, karena selama ini UMKM telah menjadi pemberi kontribusi terbesar pada perekonomian di negara berkembang khususnya di Indonesia. UMKM di Malaysia dan Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang cenderung mirip satu dengan yang lain. UMKM di Malaysia hampir 99% bisnis di Malaysia dilakukan oleh UMKM, sedangkan di Indonesia hampir 99.99% UMKM menjalankan bisnis di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja UMKM di Malaysia sebesar 66,2% pada tahun 2018, sedangkan penyerapan tenaga kerja oleh UMKM di Indonesia hampir 97%. UMKM di Malaysia berkontribusi pada GDP Malaysia sebesar 38,9%, sedangkan UMKM Indonesia berkontribusi terhadap GDP Indonesia sebesar hampir 57,8% pada tahun 2018.

UMKM juga berperan dalam mengurangi pengangguran dengan memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk usia kerja. Namun pandemi Covid-19 telah memberikan perubahan yang drastis pada kegiatan bisnis dan perekonomian pada semua sector, termasuk bisnis makanan minuman, pariwisata, manufaktur, dan perdagangan.

Kebijakan pemerintah masing-masing negara untuk melakukan Lockdown  dan PSBB berujung pada terhambatnya aktifitas bisnis yang menyebabkan penurunan penjualan pada akhirnya mempengaruhi perputaran uang kas UMKM. Banyak pemilik bisnis terpaksa menutup sementara kegiatan bisnisnya, atau bahkan ada yang terpaksa menutup bisnisnya selamanya. Mereka yang masih bertahan sampai sekarang biasanya adalah UMKM yang telah berhasil melakukan penyesuaian ataupun harus mengubah strategi bisnisnya agar tetap bertahan.

Peran UMKM bagi perekonomian di Malaysia dan Indonesia menunjukkan bahwa UMKM layak untuk mendapat perhatian lebih besar. Oleh karena itu Webinar ini diselenggarakan oleh Universiti Teknologi MARA (UiTM) dan juga Co-organised oleh Centre for Islamic Economics, International Islamic University Malaysia dan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) Press (Rabu, 9 Desember 2020) secara online dengan media zoom. Tema webinar ini adalah: Impact of Covid-19 on Micro Small Medium Enterprises (MSMEs): Issues & Solution. Selain webinar, pada kegiatan ini juga dilakukan Launching Buku “Cross Border SMEs: Malaysia & Indonesia”

Pembicara webinar ini adalah 1) Prof. Dr. Moha Asri Abdullah ( Department of Economics, International Islamic University Malaysia), 2) Assoc. Prof Dr. Rizal Yaya (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), 3) Assoc. Prof. Dr. Dzuljastri Abdul Razak (Department of Finance, International Islamic University Malaysia). Moderator webinar ini adalah Dr Khoirul Umam MEc. (Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, UNIDA Gontor).

Prof. Dr. Moha Asri Abdullah, mengemukakan dalam presentasinya bahwa selama April dan Mei 2020, UMKM di Malaysia mengalami penurunan penjualan, sehingga mereka banyak yang menggunakan dana tabungannya untuk kegiatan operasional dan modal kerja. Namun tidak semua UMKM di Malaysia memiliki dana simpanan yang cukup besar untuk bertahan sejak April sampai dengan sekarang (Desember 2020), dimana hal ini menimbulkan risiko bahwa UMKM tersebut kemungkinan gagal untuk bertahan dalam bisnisnya karena hanya 53,4% UMKM yang dapat bertahan dalam 1-2 bulan kedepan dengan catatan mereka hanya mampu menggaji separuh karyawannya. Beberapa UMKM juga terpaksa mengurangi jam kerja, tidak dapat membayar karyawannya, dan bahkan memberhentikan (PHK) karyawannya.

Assoc. Prof. Dr. Dzuljastri Abdul Razak dalam presentasinya memaparkan gambaran UMKM di Malaysia, termasuk beberapa hambatan yang dihadapi UMKM Malaysia khususnya ketika muncul pandemi Covid-19, diantaranya:1) UMKM membutuhkan dukungan keuangan dari pemerintah karena UMKM mengalami kesulitan arus kas dan tidak mampu memenuhi kriteria bank, 2) Rendahnya literasi keuangan, dimana UMKM tidak mampu mengetahui posisi keuangannya dan tidak mampu membuat perencanaan keuangan dan peramalan kebutuha pendanaan dimasa dating, 3) kurangnya pengetahuan mengenai digitalisasi, karena UMKM tidak mampu meningkatkan penjualan dengan cara pemasatan konvensional serta kondisi sekarang menuntut aktivitas bisnis dijalankan dengan kontak fisik minimal sehingga satu-satunya cara adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan digitalisasi.

Assoc. Prof Dr. Rizal Yaya memaparkan kondisi UKM di Indonesia saat pademi Covid-19, dimana akibat pandemi telah menyebabkan sebanyak 82,85% UMKM Indonesia mengalami penurunan penjualan dengan bidang yang paling terpengaruh adalah akomodasi, makanan dan minuman, jasa lainnya, dan transportasi dan logistik, sehingga sebanyak 35,56% UMKM terpaksa mengurangi karyawanya. Ada perbedaan dukungan yang dibutuhka oleh Micro dan Small business dibandingkan dengan Medium and Larga Business. Jika pada Micro and Small Business mereka lebih membutuhkan dukungan berupa: 1) Working capital, 2) Subsidi listrik, 3) Penundaan Installment 4) Akses pendanaan, 5) Keringanan pajak, sedangkan untuk Medium dan Large Business dukungan yang diharapkan adalah 1) Subsidi Listrik, 2) Penundaan Installment, 3) Keringanan pajak, 4) Working capital, 6) Akses pendanaan

Book Launching “Cross Border SMEs: Malaysia & Indonesia”

Buku ini merupakan output dari sebuah project penelitian dengan judul “SME’s and Their Accessibility to Islamic Financing”, yang dimulai sejak Desember 2017 – Januari 2019 yang melibatkan 350 UMKM di Malaysia dan 871 UMKM di Indonesia. Peneltian ini dilakukan oleh 24 peneliti dari 4 Universitas di Malaysia dan Indonesia, yaitu 1) International Islamic University Malaysia (IIUM), 2) Universitas Islam Sultan Agung, Semarang Indonesia (UNISSULA), 3) University of Darussalam Gontor (UNIDA), 4) Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY).

Sebagai simpulan dari webinar ini, ketiga narasumber nampaknya memiliki kesamaan pandangan bahwa UMKM sangat rapuh dalam menghadapi situasi yang tidak normal ini. Mereka sangat membutuhkan dukungan berupa pandanaan dan aksesibilitas pada Lembaga keuangan khususnya pada kondisi yang penuh ketidakpastian di masa pandemi. Ditambahkan lagi pada saat ini sangat penting dilakukan berbagai pelatihan mengenai digitalisasi mengingat adanya pergeseran metode pemasaran dan transaksi yang bertujuan meminimalkan kontak fisik. Selain itu, juga perlu dikembangkan crowd funding, seperti zakat, waqaf, dan shodaqoh yang mengajarkan masyarakat untuk menjadi lebih memiliki rasa gotong royong dan ta’awun. Literasi keuangan juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan, karena bantuan dan dukungan pendanaan saja tanpa diimbangi dengan pengetahuan literasi keuangan yang baik akan membuat bantuan ini menjadi kurang optimal.